Friday, July 15, 2022

PORTOFOLIO AKSI NYATA MODUL 3.3.A.10

 

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK PADA MURID

PROGRAM INTRAKURIKULER MAPEL PKWU

“BAZAR ”

(AJANG AKTUALISASI TUGAS PROJECT PKWU PENGOLAHAN SMT GENAP KELAS XI SAAT CLASSMEETING)

 

 

Peristiwa (Fact)

Latar Belakang

Murid yang kita ajarkan saat ini merupakan generasi penerus bangsa. Mereka akan meneruskan harapan dan cita-cita perjuangan kita mewujudkan dunia yang damai dan bahagia. Oleh karena itu, kita sebagai guru perlu mempersiapkan mereka untuk menghadapi berbagai tantangan zaman dan persaingan dunia usaha. Kita sebagai guru bukan hanya mentrasfer ilmu pengetahuan kepada murid kita tetapi juga perlu membekali murid kita dengan keterampilan-keterampilan lain yang diperlukan untuk menghadapi tantangan zaman di abad 21 misalnya keterampilan kepemimpinan, kolaborasi, kerja sama dan komunikasi serta keterampilan-keterampilan lainnya. Begitupun murid kelas XI di SMAN 1 Dringu, dimana sebagian besar tidak melanjutkan kuliah. Bersama sesama CGP di sekolah kami, kami menganalisis, bahwa murid perlu dibekali keterampilan dan pengalaman berwirausaha sebagai bentuk budaya positif dan memiliki jiwa profil pelajar Pancasila. Harapannya keterampilan dan pengalaman tersebut bisa menjadi bekal nanti bila mereka tidak mendapat pekerjaan, mereka bisa menciptakan pekerjaan itu sendiri. Syukur alhamdulillah bila usaha mereka nanti bisa sukses dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi kemajuan perekonomian bangsa.

 

Alasan Melaksanakan Aksi Nyata

            Aksi nyata ini dilakukan untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan, bergotong royong / berkolaborasi, kerja sama, dan komunikasi pada murid kami, harapannya mereka bisa menjadi murid dengan profil pelajar Pancasila. Program dilaksanakan dengan menggali lebih jauh terkait suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid. Murid memiliki minat dan bakat yang beragam, karena itu, guru dan sekolah perlu memfasilitasi mereka dalam bentuk kegiatan yang mampu mewadahi aktivitas akademik murid. Program “Bazar” ini dibuat sebagai bentuk tugas project PKWU pengolahan sebagai ajang untuk mengaktualisasi kemandirian, gotong royong, kreatif dan inovatif. Program ini dibuat untuk mengakomodasi minat dan bakat murid yang berbeda, juga memberikan kesempatan murid untuk semakin sering berinteraksi secara positif dengan adik kelas atau kakak kelas mereka, murid akan belajar membangun interaksi yang positif, serta adik kelas dapat belajar sikap menghargai dan kakak kelas belajar mengayomi adik kelas sehingga diharapkan tercipta interaksi sosial yang positif. Jika sekolah sudah memfasilitasi murid dengan lingkungan yang positif, maka murid akan nyaman bersekolah dan hal tersebut bisa membantu menumbuhkan hal-hal positif dalam diri murid. Dalam kegiatan ini kami memanfaatkan aset yang ada di sekolah. Kami menggunakan meja dan bangku di sekolah untuk tempat jualan di pinggir lapangan.kami juga memanfaatkan aset manusia (warga sekolah) sebagai pangsa pasar.

 

Hasil Aksi Nyata

Hasil aksi nyata yang telah diterapkan oleh CGP yaitu kegiatan dilaksanakan hari senin-rabu tanggal 13, 14, dan 15 Juni 2022. Murid dilibatkan sejak awal untuk memberikan suara, pilihan dan kepemilikannya dalam mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan. Kegiatan diikuti oleh kelas yang saya ajar, yaitu kelas XI MIPA 1, XI MIPA 2, dan XI MIPA 3. Persiapannya dilakukan sejak bulan mei.


 

Kegiatan ini dimulai dari pertemuan 17 di bulan mei, dimana siswa diminta membuat brosur untuk promosi. Harapannya nantinya brosur tersebut dipasang di status wa dan menarik banyak pembeli. Berikut salah satu sampel brosur tugas siswa.



Setelah membuat brosur, mereka memasangnya di status wa dan mengupload di wa grup kelas. Pada hari H diadakannya bazar, alhamdulillah banyak yang beli. Start dari jam 7 pagi, sebelum jam 11 siang sudah habis terjual. Berikut dokumentasi penjualan pada bazar.




Kegiatan ini membantu mewujudkan interaksi dan budaya positif antarwarga sekolah.

 

 

 

 Perasaan (Feeling)

            Saya merasa senang dan bangga. Murid-murid terlibat aktif dalam kegiatan “bazar”. Mereka bertanggung jawab dengan suara, pilihan, dan kepemilikan mereka. Mereka menunjukkan kreativitas dan usaha mereka serta nampak interaksi positif antarmurid dan dengan semua warga sekolah. Semua warga sekolah menikmati rangkaian kegiatan yang dilaksanakan tersebut.

 


Pembelajaran (Finding)

            Project ‘bazar’ ini membawa interaksi positif, lingkungan positif sangat diperlukan untuk menumbuhkan keterampilan kepemimpinan dan kemandirian berwirausaha dalam diri murid. Semua hal tidak akan berjalan dengan baik tanpa kolaborasi dan dukungan yang baik semua pihak. Karakter profil pelajar Pancasila yang muncul dalam kegiatan ini adalah tanggung jawab, mandiri, gotong royong, dan kreatif.

 

Penerapan ke Depan (Future)

            Untuk penerapan ke depan tentu saja ada hal-hal yang perlu disempurnakan, misalnya untuk pola dan jadwal pelaksanaannya agar lebih intens, rutin dan lebih baik lagi ke depannya. Harapannya semua murid selalu senang dan nyaman untuk bersekolah. Tentu saja, kolaborasi antarwarga sekolah dan pemanfaatan aset yang dimiliki sekolah adalah hal terpenting agar semua program dapat berjalan dengan baik dan lancar.


 

Friday, February 11, 2022

AKSI NYATA BUDAYA POSITIF DI SMAN 1 DRINGU

Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam. Hal itu menjadi bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Adapun sekolah merupakan tempat persemaian kebudayaan, khususnya budaya positif. Budaya positif merupakan perwujudan dari nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Budaya positif diawali dengan perubahan paradigma tentang teori kontrol. Selama ini barangkali kita sebagai guru merasa berkewajiban mengontrol perilaku siswa agar memiliki perilaku sesuai yang guru harapkan. Padahal setiap siswa merupakan karakter yang unik dan memiliki impian dan harapan yang mungkin berbeda dengan harapan guru. Berbeda bukan berarti buruk. Oleh karena itu sayogyanya guru tidak mengontrol siswa tetapi mengarahkannya ke arah yang positif.

Di sekolah kami, alhamdulillah banyak budaya positif yang sudah dijalankan bahkan sebelum kami bergabung dalam pendidikan CGP. Berawal dari beragamnya permasalahan yang timbul di kalangan siswa, setiap rapat dinas kami selalu berdiskusi untuk memikirkan solusi mengatasi masalah yang terjadi di kalangan siswa. Dengan terpilihnya 10 kandidat CGP di sekolah kami (saya diantaranya), membuat perjuangan untuk mewujudkan budaya positif di sekolah kami semakin terbuka lebar. Terlebih lagi, 4 kandidat merupakan wakil kepala sekolah sehingga peluang mendapatkan dukungan dari sekolah sangat besar.

Pada dasarnya aksi nyata yang kami lakukan tidak jauh berbeda dengan rekan kami sesama CGP di SMAN 1 Dringu. Mulai dari penyambutan di pintu gerbang dengan menerapkan 6 S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun, dan Salaman), setelah itu piket menjaga kebersihan kelas, sholat dhuha berjamaah, pembacaan yasin, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan nanti saat pulangnya sholat dhuhur berjamaah.

Di samping itu dalam proses menumbuhkan budaya positif, di awal semester genap kami bersama siswa membuat kesepakatan dan keyakinan kelas. Saat permasalahan di kalangan siswa, kami menghindari hukuman, dan menekankan segitiga restitusi serta peran guru selaku manager.

Besar harapan kami, dengan budaya positif kami bisa mewujudkan harapan Ki Hadjar Dewantara, yaitu menciptakan suasana belajar yang bahagia dan selamat dunia akhirat (welbeing) dan menumbuhkan generasi bangsa yang berprofil pelajar pancasila.

 

Wednesday, October 13, 2021

Ketimpangan Sosial

 Ketimpangan sosial dapat diartikan sebagai ketidaksamaan akses untuk mendapatkan atau memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa berupa kebutuhan primer seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, peluang berusaha dan kerja, dapat berupa kebutuhan sekunder seperti sarana pengembangan usaha, sarana perjuangan hak asasi, sarana saluran politik, dan lain-lain.

Ketimpangan sosial dapat diartikan sebagai adanya ketidakseimbangan atau jarak yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial, ekonomi, ataupun budaya. Pengertian ketimpangan sosial menurut para ahli sebagai berikut :

a. Menurut Andrinof A. Chaniago; ketimpangan adalah buah dari pembangunan yang hanya berfokus pada aspek ekonomi dan melupakan aspek sosial

b. Menurut Budi Winarno; ketimpangan merupakan akibat dari kegagalan pembangunan di era globalisasi untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis warga masyarakat.

c. Menurut Jonathan Haughton & Shahidur R. Khandker; ketimpangan sosial adalah bentuk-bentuk ketidakadilan yang terjadi dalam proses pembangunan. 

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketimpangan sosial diartikan sebagai suatu ketidakadilan yang dirasakan masyarakat  dalam status dan kedudukan. Hal yang paling mencolok adalah ketimpangan di bidang ekonomi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan sosial,  yaitu: 

a. Faktor internal 

Faktor ini berasal dari dalam diri seseorang. Rendahnya kualitas diri seseorang adalah salah satu faktor internal. Ketimpangan sosial ini bisa muncul karena kemiskinan yang mengekang masyarakat. Mental dan beban psikis seperti minder, malas, tidak ada tujuan hidup membuat seseorang berada dalam level bawah dalam tatanan masyarakat dan beresiko memperdalam jurang ketimpangan di masyarakat.

b. Faktor eksternal

Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor ini bisa terjadi karena adanya birokrasi atau aturan hukum negara yang mengekang masyarakat sehingga mereka kesusahan dalam mengembangkan dirinya. Ketimpangan sosial ini bisa memicu adanya gejala kemiskinan secara struktural. Hal yang kentara adalah perbedaan pelayanan sosial antara kelas atas dan kelas bawah sehingga terjadi ketimpangan.


Selain faktor di atas ketimpangan sosial juga dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: kondisi demografi, kondisi pendidikan, kondisi ekonomi, kondisi kesehatan, kemiskinan, kurangnya lapangan pekerjaan, perbedaan status sosial masyarakat, dan letak geografis.

Ketimpangan sosial dalam masyarakat dipengaruhi oleh faktor-faktor :

a. Kondisi Demografis. Demografi adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah kependudukan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Kondisi demografis antara masyarakat satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Perbedaan antara masyarakat satu dengan yang lain tersebut berkaitan dengan jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan persebaran penduduk.

b. Kondisi Pendidikan. Pendidikan merupakan social elevator, yaitu saluran mobilitas sosial vertikal yang efektif, yang merupakan kebutuhan untuk semua orang. Pendidikan merupakan kunci  pembangunan, terutama pembangunan sumber daya manusia. Ada perbedaan mencolok dalam pendidikan yang ada di daerah terpencil dan kota, seperti: anak-anak yang berada di daerah terpencil memiliki semangat belajar tinggi meskipun fasilitas kurang. Sedangkan anak yang tinggal di kota dengan fasilitas pendidikan yang mencukupi, sebagian besar terpengaruh oleh lingkungan sosial yang kurang baik sehingga semangat belajar kurang. Perbedaan ini menyebabkan ketimpangan sosial. Ketimpangan sosial dapat dilihat dari fasilitas, kualitas tenaga kerja, dan mutu pendidikan.

c. Kondisi Ekonomi. Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama munculnya ketimpangan sosial. Ketimpangan ini timbul karena pembangunan ekonomi yang tidak merata. Ketidakmerataan pembangunan ini disebabkan karena perbedaan antara wilayah yang satu dengan yang lainnya. Terlihat dari adanya wilayah yang maju dan wilayah yang tertinggal. Munculnya ketimpangan yang dilihat dari faktor ekonomi terjadi karena adanya perbedaan dalam kepemilikan sumber daya dan faktor produksi. Daerah yang memiliki sumber daya dan faktor produksi, terutama yang memiliki barang modal (capital stock) akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak dibandingkan dengan daerah yang memiliki sedikit sumber daya.

d. Kondisi Kesehatan. Ketimpangan sosial dapat disebabkan oleh fasilitas kesehatan yang tidak merata di setiap daerah, jangkauan kesehatan kurang luas, pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan tingkat kesehatan dan kesejahteraan di masyarakat yang satu berbeda dengan masyarakat yang lain, sehingga bisa mengakibatkan ketimpangan.

e. Kemiskinan. Kemiskinan juga dianggap sebagai salah satu penyebab ketimpangan sosial secara teoritis. Kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Kurangnya kemampuan, mutu pendidikan, dan sifat malas yang melekat di diri masyarakat adalah beberapa contoh dari faktor internal. Sementara itu birokrasi atau peraturan yang diterapkan oleh instansi perusahaan atau negara merupakan faktor eksternal penyebab kemiskinan. Faktor eksternal bukan hanya menyebabkan kemiskinan kepada satu orang saja, namun juga menyebabkan kemiskinan struktural yang menyebabkan hampir seluruh masyarakat mengalami kemiskinan.

f. Kurangnya Lapangan Pekerjaan. Kurangnya lapangan pekerjaan membuat masyarakat mengalami ketimpangan atau kesenjangan sosial. Kesenjangan antara masyarakat tenaga kerja dan penganguran menjadi semakin besar karena lapangan pekerjaan semakin sempit. Apabila upaya pemerintah dalam mengatasi pengangguran tidak dilakukan, maka para pengangguran ini akan merasa terdiskriminasi dan ketimpangan sosial pun semakin sulit diatasi.

g. Perbedaan status sosial masyarakat. Perbedaan ini terjadi karena adanya pelapisan atau stratifikasi sosial yang terbentuk berdasarkan kualitas pribadi, baik itu kesehatan, pendidikan, ataupun kekayaan. Ketimpangan sosial ini merupakan ketimpangan yang sering terjadi di lingkungan masyarakat. Ketimpangan ini bisa dilihat adanya perbedaan status sosial antara orang kaya dengan orang miskin. Penguasa dengan rakyat, atau sarjana dengan lulusan SD.

h. Letak geografis. Pengaruh letak geografis ternyata berpengaruh terhadap ketimpangan sosial. Secara geografis, Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang jumlahnya sangat banyak. Sayangnya pulau-pulau ini tidak bisa dikelola dengan baik, sehingga ketimpangan sosial pun akhirnya terjadi. Pulau-pulau kecil yang tidak tertangani pemerintah akhirnya malah tertinggal dengan pulau-pulau besar seperti jawa, Sumatera dan pulau besar lainnya.

i. Stratifikasi sosial; sistem stratifikasi yang sangat berpengaruh terhadap timbulnya ketimpangan sosial adalah sistem stratifikasi tertutup yang tidak memberi peluang kepada anggota strata tertentu untuk berpindah ke strata lain. Selain itu pada masyarakat yang menganut sistem kelas sosial, status orang ditentukan oleh keahlian yang dimiliknya. ini merupakan gambaran masyarakat yang demokratis namun kenyataannya ketimpangan sosial tetap ada. Hal tersebut dikarenakan akses yang dimiliki setiap kelas sosial berbeda.

j. Sikap prejudice; sikap prejudice adalah sikap berdasarkan pada generalisasi yang tidak berdasarkan realitas dan cenderung subjektif. Sikap prejudice bisa diarahkan pada kelompok orang dari kelas sosial, jenis kelamin, umur, partai politik, ras, atau suku tertentu. Sikap prejudice dapat menjurus pada sikap stereotip yaitu sikap mengkategorikan kelompok tertentu berdasarkan perasaan suka dan tidak suka, sikap prejudice juga bisa menjurus kepada sikap rasisme. 

k. Diskriminasi; diskriminasi juga menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi munculnya ketimpangan sosial di masyarakat. Adapun ketimpangan ini bermuara dari adanya ketidakadilan. Ketimpangan sosial yang terjadi dimasyarakat apabila disebabkan oleh faktor ketidakadilan dalam pendistribusian hasil pembangunan maka akan menimbulkan rasa tidak puas terhadap pemerintah/pihak pengusaha swasta yang dapat memicu adanya berbagai bentuk gerakan sosial seperti demonstrasi dan pergolakan daerah. 


Tuesday, October 12, 2021

KEAMANAN, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DALAM WIRAUSAHA

 Keamanan, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) diatur oleh pemerintah dalam PP no. 50 tahun 2012. Dalam berwirausaha, salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah K3. Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) pada dunia usaha dan dunia industri harus diperhatikan dengan saksama oleh semua tenaga kerja dalam lingkup kerjanya. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, dan bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi kecelakaan dalam kerja dan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga keamanan kerja di dapur antara lain  peralatan listrik harus dalam kondisi baik. Letaknya tidak dekat dengan air, penerangan ruangan cukup, dan lantai tidak licin. Menghindari bahaya kerja di dapur, kita harus memperhatikan hal-hal berikut.

a. Upayakan semua pisau tajam. Pisau yang tajam lebih aman dan tidak membutuhkan tenaga untuk menekan dan menghindari meleset pada waktu memotong.

b. Pakailah talenan pada saat memotong, jangan memakai lapisan meja metal.

c. Pakailah serbet sebagai alas talenan supaya tidak licin.

d. Pakailah pisau hanya untuk memotong, jangan untuk membuka kaleng/botol atau lainnya.

e. Jangan mencoba menangkap pisau yang jatuh saat dipakai, hindari dengan badan ke belakang, biarkan pisau jatuh.

f. Jangan meletakkan pisau di cucian dalam air karena tidak kelihatan, sedangkan pisaunya tajam.

g. Cucilah pisau setelah dipakai dengan hati-hati, bagian tajam dijauhkan dari badan.

h. Letakkan pisau di tempat aman selama tidak dipakai.

i. Membawa pisau harus hati-hati, bagian tajam menghadap ke bawah, jangan mengayunkan tangan.

j. Setelah selesai menggunakan alat, bersihkan dan kembalikan ke tempat semula dengan rapi dan bersih.

Peralatan K3 dalam pembuatan makanan khas daerah diantaranya sarung tangan, celemek dan penutup kepala. Di era pandemi sekarang ini, masker juga menjadi salah satu bentuk K3 juga.


Wednesday, October 6, 2021

Tantangan Globalisasi Di Tingkat Lokal Dan Nasional

Tantangan nyata pada era globalisasi berhubungan dengan semakin kompleksnya berbagai bidang kehidupan karena telah berkembang dengan cepatnya teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, kemudian kerjasama ekonomi internasional. Kondisi tersebut membawa pengaruh terhadap berbagai nilai dan wawasan dan cara hidup masyarakat di hampir semua negara-negara di dunia.


Tantangan globalisasi yang mendasar dan harus dihadapi oleh masyarakat lokal dan nasional, antara lain sebagai berikut:

a. Sikap individualisme. Individualisme merupakan faham atau cara hidup yang berorientasi kepada kepentingan diri sendiri. Kecenderungan mengutamakan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan bersama akan berakibat pada memudarnya solidaritas atau kesetiakawanan sosial di kalangan warga masyarakat, demikian juga tentang tradisi dalam demokrasi yaitu bermusyawarah untuk mencapai kemufakatan serta aktivitas kerjasama dalam bentuk gotong royong dalam masyarakat. Solidaritas, musyawarah, dan gotong royong telah dibuktikan dalam sejarah mampu menjamin kelangsungan kehidupan kelompok atau masyarakat. Individualisme yang menjadi kecenderungan orientasi hidup anggota masyarakat semenjak masa industrialisasi mengancam pola-pola dalam tradisi masyarakat tersebut.


b. Memudarnya apresiasi para generasi muda terhadap budaya bangsa, para tokoh pendiri bangsa, dan para pemimpin bangsa. Komunikasi dan interaksi yang bersifat lintas batas wilayah negara berpotensi menimbulkan fenomena para generasi muda melupakan dan kurang menghargai budaya dan jatidiri bangsa, para tokoh dan para pejuang pendiri bangsa serta para pemimpin bangsa. Apresiasi justru lebih diberikan oleh para generasi muda kepada para artis, bintang film, termasuk para pemain sepak bola asing yang ditiru dengan segala macam aksesorisnya.


Perlu diingat bahwa generasi muda sekarang ini adalah generasi internet. Sejak lahir mereka telah mengenal teknologi informasi dan komunikasi dan akrab dengan gadget canggih yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian mereka. Itulah mengapa mereka lebih mengenali para tokoh baik artis, musisi, pemain film, pemain sepakbola dari luar negara bangsanya daripada para tokoh pejuang atau para pendiri bangsa. Mereka berbeda dengan para generasi sebelumnya, generasi orangtuanya.

c. Pandangan kritis terhadap ideologi negaranya, yaitu banyaknya masyarakat yang sudah acuh tak acuh terhadap ideologi atau falsafah negaranya. Mereka sudah tidak tertarik lagi untuk membahasnya bahkan lebih cenderung bersifat kritis dalam operasionalnya dengan cara membanding-bandingkan dengan ideologi lain yang dianggap lebih baik. Di satu sisi, pandangan kritis terhadap ideologi negara justru dapat lebih mengokohkan ideologi negara tersebut melalui proses dialektika dalam masyarakat yang karena globalisasi memang terdapat tuntutan untuk tumbuhnya ideologi negara yang bersifat terbuka.


d. Diversifikasi masyarakat, yaitu munculnya kelompok-kelompok masyarakat dengan profesi tertentu yang terus berkompetisi dalam berbagai bidang kehidupan guna mencapai tingkat kesejahteraan yang bertaraf internasional atau mengglobal.


e. keterbukaan yang lebih tinggi, yaitu tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan, pemerintah yang lebih mengendapkan pendekataan dialogis, demokratisasi, supremasi hukum, transparasi, akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.


f. Tuntutan akan kemampuan bersaing dalam kehidupan global. Globalisasi yang antara lain melahirkan tatanan hidup global, misalnya misalnya Masyarakat Ekonomi Asia, atau disingkat MEA. Hidup dalam tatanan global memerlukan kemampuan bersaing yang tinggi. Inilah antara lain menjadi tantangan bagi pembangunan bidang pendidikan di Indonesia atau negara-negara berkembang lainnya. Inilah salah satu latar belakang mengapa kurikulum nasional pendidikan di Indonesia antara lain berorientasi pada bagaimana menghadapi kehidupan di Abad Ke-21.


Demikianlah, kalian harus memahami bahwa globalisasi merupakan proses perubahan yang tidak dapat dihindarkan. Perubahan-perubahan karena globalisasi harus dihadapi. Ancaman-ancaman dari globalisasi diubah menjadi tantangan untuk menghadapinya. Kebudayaan global yang mengancam ideologi dan karakter bangsa dapat ditangkal dengan upaya-upaya mengokohkan rasa nasionalisme dan penguatan karakter para anak bangsa yang antara lain dapat ditempuh melalui pendidikan. Menggali kearifan lokal sebagai basis pembangunan dan pemberdayaan masyarakat merupakan cara atau strategi menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari globalisasi. Berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh globalisasi memerlukan respon tertentu sehingga hal tesebut justru dapat menumbuhkan peluang untuk peningkatan kemakmuran, kesejahteraan, dan kelangsungan hidup masyarakat dan bangsa Indonesia tercinta.

Untuk menghadapi globalisasi, dilakukan glokalisasi. Glokalisasi adalah upaya mengangkat budaya daerah ke kancah dunia global. Contoh kebaya dan batik khas Indonesia dikenal luas sampai mancanegara.