Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai
buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni zaman dan alam. Hal itu menjadi bukti kejayaan hidup manusia untuk
mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Adapun sekolah merupakan tempat persemaian kebudayaan, khususnya
budaya positif. Budaya positif merupakan perwujudan dari
nilai-nilai atau keyakinan universal yang diterapkan di sekolah. Budaya
positif diawali dengan perubahan paradigma tentang teori kontrol.
Selama ini barangkali kita sebagai guru merasa berkewajiban mengontrol perilaku
siswa agar memiliki perilaku sesuai yang guru harapkan. Padahal setiap siswa
merupakan karakter yang unik dan memiliki impian dan harapan yang mungkin
berbeda dengan harapan guru. Berbeda bukan berarti buruk. Oleh karena itu
sayogyanya guru tidak mengontrol siswa tetapi mengarahkannya ke arah yang
positif.
Di sekolah kami, alhamdulillah banyak
budaya positif yang sudah dijalankan bahkan sebelum kami bergabung dalam
pendidikan CGP. Berawal dari beragamnya permasalahan yang timbul di kalangan
siswa, setiap rapat dinas kami selalu berdiskusi untuk memikirkan solusi mengatasi
masalah yang terjadi di kalangan siswa. Dengan terpilihnya 10 kandidat CGP di
sekolah kami (saya diantaranya), membuat perjuangan untuk mewujudkan budaya
positif di sekolah kami semakin terbuka lebar. Terlebih lagi, 4 kandidat
merupakan wakil kepala sekolah sehingga peluang mendapatkan dukungan dari
sekolah sangat besar.
Pada dasarnya aksi nyata yang kami
lakukan tidak jauh berbeda dengan rekan kami sesama CGP di SMAN 1 Dringu. Mulai
dari penyambutan di pintu gerbang dengan menerapkan 6 S (Senyum, Sapa, Salam,
Sopan, Santun, dan Salaman), setelah itu piket menjaga kebersihan kelas, sholat
dhuha berjamaah, pembacaan yasin, menyanyikan lagu Indonesia Raya, dan nanti
saat pulangnya sholat dhuhur berjamaah.
Di samping itu dalam proses menumbuhkan
budaya positif, di awal semester genap kami bersama siswa membuat kesepakatan
dan keyakinan kelas. Saat permasalahan di kalangan siswa, kami menghindari
hukuman, dan menekankan segitiga restitusi serta peran guru selaku manager.
Besar harapan kami, dengan budaya positif
kami bisa mewujudkan harapan Ki Hadjar Dewantara, yaitu menciptakan suasana
belajar yang bahagia dan selamat dunia akhirat (welbeing) dan menumbuhkan
generasi bangsa yang berprofil pelajar pancasila.